Persepuluhan
PEDOMAN PENGAJARAN
1. Persepuluhan
Di dalam bhs.
Ibraninya kata ‘perpuluhan’ adalah: ma’aser, dan bhs. Yunani-nya dekate. Di dalam bahasa Inggris:
tenth atau tithe.
Kejadian 14:19c, Abram
memberi perpuluhan kepada Melkisedek, itu berarti bahwa ia mengakui ke-imam-an
Ilahi dari Melkisedek. Sebab menurut kebiasaan yang umum pada waktu itu, perpuluhan adalah ditujukan kepada yang
Ilahi.[1]
Karena level imannya
yang masih belum dewasa, maka motivasi Yakub di dalam memberi perpuluhannya
terdapat unsur ‘bisnis’ dengan Tuhan: “Jika Allah akan menyertai dan akan
melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk
dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah
ayahku, maka Tuhan akan menjadi Allahku . . . . Dari segala sesuatu yang Engkau
berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan 1/10 kepadaMu” (Kej. 28:20-22).
Ayat yang paling jelas
tentang perpuluhan adalah Imamat 27:30-33, “Sepersepuluh dari seluruh hasil
tanah, baik gandum maupun buah-buahan, adalah untuk Tuhan (cat: belongs to the
Lord, milik Tuhan)….Satu dari tiap 10 ekor ternak adalah milik Tuhan. Kalau
ternak itu dihitung, setiap ekor ternak yang ke-10 menjadi milik Tuhan. Pemilik
ternak itu tak boleh memilih-milih mana yang baik, mana yang jelek. Ia juga
tidak boleh menukarnya. Kalau ia menukarnya juga, kedua ekor ternak itu menjadi
milik Tuhan dan tak boleh ditebus” (Alkitab terj. sehari-hari).
Ayat di atas berbicara
tentang perpuluhan dari hasil tani maupun dari ternak (cat.: sesuai konteks
kehidupan Israel waktu itu).
1.
Jadi, memberi perpuluhan BELUMLAH memberi persembahan. Memberi perpuluhan
hanyalah MENGEMBALIKAN MILIK TUHAN (Im. 27:30,32). Sehingga, jika seseorang
tidak memberi perpuluhan, ia MERAMPAS (to rob) milik Tuhan (Mal. 3:8-9).
2.
Sebenarnya, semua apa yang kita miliki adalah DARI TUHAN asalnya. Namun, oleh
anugerahNya, Dia memberikan 9/10 untuk kita nikmati, tetapi 1/10 adalah harus
dikembalikan kepadaNya. Jadi, dengan memberi perpuluhan, seseorang mengakui
ke-Tuhan-an Allah atas semua miliknya, seperti yang dikatakan oleh rasul
Paulus, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah
kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36).
3. Dengan
demikian, motivasi dalam memberi perpuluhan BUKANLAH agar hidup diberkati,
tetapi, sekali lagi, untuk mengembalikan miliknya Tuhan. Masalah berkat, itu
adalah urusan Tuhan. Perlu diingat, jangan hanya menilai berkat Tuhan dari segi
materi saja.
4. Menurut
Mishna (Maaseroth 1.1)[2], perpuluhan termasuk juga dengan segala sesuatu yang bisa dimakan dan
setiap hal yang tumbuh dari bumi. Perpuluhan bagi kaum Farisi juga berkaitan
dengan setiap bumbu dapur, misalnya: rempah-rempah seperti selasih, inggu, adas
manis dan jintan (Mat. 23:23; Luk. 11:42).
Mengapa perpuluhan diberikan untuk orang Lewi (terumoth)?
Karena mereka tidak
mendapat bagian tanah warisan, tidak seperti ke-11 suku Israel lainnya (Bil.
18:23b-24), hidup mereka adalah untuk mengurus Kemah Suci, sesuai dengan
ketetapan Tuhan (Bil 18:21). Namun, orang Lewipun harus memberi perpuluhan
mereka kepada Imam Besar (Bil. 18:25-28).
Kemanakah perpuluhan itu harus dibawa?
Perpuluhan itu dibawa
ke rumah Tuhan, tempat di mana umat mendapatkan ‘makanan rohani’ dan pelayanan
para imam (Ul. 12:5-12; Mal. 3:10). Apabila jarak mereka terlalu jauh dengan
Bait Allah, maka hasil bumi itu bisa dijual dan diuangkan untuk dipersembahkan
ke rumah Tuhan guna mendukung kehidupan dan pelayanan kaum Lewi (Ul.
14:24-25,27).
Kapankah perpuluhan harus diberikan?
Dalam konteks
kehidupan Israel pada waktu itu, perpuluhan diberikan setiap tahunnya. Lalu,
setiap 3 tahun sekali, perpuluhan itu harus dikumpulkan di pintu-pintu gerbang
setiap kota untuk menjadi makanan bagi orang Lewi, orang asing, anak yatim
piatu dan para janda yang hidup di kota-kota mereka (cat.: jadi ada aspek
DIAKONIA-nya, Ul. 14:28-29; bnd. Ul. 26:12-15).
Dalam konteks sekarang
ini, perpuluhan dapat diberikan setelah seseorang mendapatkan
gaji/keuntungan/penghasilannya. Ada orang yang memberikan perpuluhan setiap
bulan sekali, ada pula yang memberikan setiap minggu sekali, bergantung pada
pekerjaan dan bisnisnya.
Di dalam sejarah,
orang-orang Israel pernah melalaikan perintah perpu-luhan ini, sehingga
orang-orang Lewi tidak bisa mencurahkan seluruh perhatian mereka ke Bait Suci,
namun raja Hizkia mereformasi kehidupan agama mereka (2 Taw. 31:4-5,11-12,19).
Bandingkan Nehemia 12:44; 13:10-13.
Berikut ini adalah beberapa hal penting berkenaan dengan perpuluhan:
1.
Perpuluhan bukanlah persembahan buah sulung dari panen (Amsal 3:9). ‘Buah
sulung’ dari panen biasanya yang terbaik.
2. Di
dalam PB, memang tidak banyak ayat yang berbicara tentang perpuluhan, selain
Matius 23:23 dan Luk. 11:42; sehingga sebagian orang berpikir, bahwa perpuluhan
hanyalah berkaitan dengan Torat di PL, bukan untuk orang Kristen pada masa
sekarang. Mereka sering mengutip 2 Kor. 8:1-5,11,13; 9:7 sebagai pengganti dari
ajaran perpuluhan.
Sebenarnya, konteks 2
Kor. 8:1-5,11,13; 9:7 adalah hal memberi persembahan untuk jemaat Yerusalem
yang sedang mengalami bencana. Jadi, ayat itu bukanlah untuk perpuluhan!
Prinsip di dalam memberi persembahan (bukan perpuluhan) adalah:
a.
Menyadari bahwa memberi persembahan adalah kasih karunia dari Tuhan (8:1,4).
b. Dengan
rela hati dan dengan sukacita (8:11; 9:7)
c.
Memberi dari apa yang ada pada seseorang bukan dengan berhutang, 8:11-12).
d. Agar
ada keseimbangan, bukan membebani seseorang (8:13).
3.
Di PB memang tidak banyak ayat yang berbicara tentang perpuluhan, karena
perpuluhan hanyalah pemberian MINIMAL dari umat kepada Tuhan. Umat Tuhan
seharusnya mempersembahkan TUBUH (yakni: hidup) mereka kepada Tuhan (Roma
12:1). Jadi, logikanya, jika tubuh saja sudah bersedia dipersembahkan, apalagi
perpuluhan.
Relevansi & Aplikasinya
1.
Cara menghitung perpuluhan adalah dari penghasilan atau keuntungan bersih
seseorang. Jadi, untuk karyawan adalah 1/10 dari gajinya (setelah dikurangi
pajak). Bagi usahawan adalah 1/10 dari keuntungannya (setelah dikurangi ongkos
produksi dan biaya pegawai). Bagi anak-anak yang belum bekerja, 1/10 dari uang
sakunya atau dari penerimaan khusus dari orang lain.
2.
Perpuluhan juga diberikan dari bunga di bank; dari keuntungan bisnis saham dan
valas pada jaman sekarang.
3.
Dalam konteks pedesaan, perpuluhan diberikan dari hasil bumi atau ternak
mereka.
4.
Berkat Tuhan bukan hanya dalam bentuk uang, tetapi barang-barang tertentu yang
dihadiahkan, misalnya: kendaraan baru, baju baru, komputer baru, HP baru,
makanan, dll. Di samping itu, kesehatan dan waktu/kesempatan adalah berkat
Tuhan yang luar biasa. Sebenarnya, kalau mau konsisten, dari semua berkat Tuhan
tsb perlu juga diberikan perpuluhannya. Misalnya: 1/10 dari waktu kita setiap
minggunya perlu dibaktikan untuk melayaniNya.
PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN
Sebuah Tantangan Praktek Beriman
(Pdt. S.Th.
Kaihatu)
Asal-mula
Adanya Persembahan
Penelitian antropologi budaya menginformasikan kepada kita
bahwa pada mula pertama sekali manusia hidup dalam fase ‘pemetik’. Mereka
hidup dari buah buah pohon. Pada masa itu mereka menyembah bumi. Sebab bumi
dilihat sebagai ‘Sang Ibu’ yang menghidupi. Fase ini diikuti oleh fase
berburu.
Mereka memburu binatang untuk dimakan. Karena
binatang-buruan itu ‘kelihatannya’ sudah disediakan bumi, maka tetap saja bumi
disembah sebagai ‘sang Ibu’ yang menghidupi.
Fase ketiga adalah fase pertanian. Apa yang dinikmati dalam
fase pertama tadi, seka-rang dibudi-dayakan. Namun ada perobahan penting dalam
penyembahan. Dalam budaya pertanian-awal, selain fungsi bumi sebagai tempat
bercocok tanam, maka dua hal menjadi mengemuka, yakni hujan dan matahari. Orang
menyadari bahwa tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi. Obyek
penyembahan bergeser, dari penyembahan terhadap bumi, menjadi penyembahan
terhadap matahari. Dalam rangka ini matahari dilihat sebagai raja dan panglima
yang perkasa yang menakluk- kan kegelapan malam.
Fase keempat adalah fase penggembala[1][1].
Apa yang dinikmati dalam fase kedua tadi, sekarang dibudi-dayakan. Tetapi
seperti kita mengerti, ternak yang digembalakan tergantung dari rumput, rumput
tergantung dari hujan dan hujan tergantung dari matahari, maka obyek
penyembahan tetap pada matahari. Bukan pada bumi[2][2].
Krisis kehidupan nampaknya tidak intens dalam fase pemetik
dan fase ber-buru. Sebab pada kedua fase ini kekurangan-pangan dijawab dengan
langkah seder-hana, yakni berpindah tempat. Itulah sebabnya kedua fase ini
sering disebut sebagai satu fase saja, yakni fase nomaden. Sebetulnya
dalam arti sempit, fase penggembalaan ternak juga bisa dipandang sebagai fase
nomaden. Sebab dalam fase ini orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain
untuk mencari rumput dan air bagi hewan gembalaannya. Bedanya adalah bahwa pada
fase penggembala sudah ada semacam ‘home base’ kemana mereka pasti akan pulang.
Budaya menetap sebetulnya baru benar benar menjadi kenyataan dalam fase
pertanian. Jadi sebetulnya fase penggem-bala adalah semacam penghubung antara budaya
nomaden dan budaya menetap.
Persoalan muncul ketika terjadi krisis
krisis yang menyebabkan hidup menjadi sulit. Ada banjir besar, ada musim kering
yang panjang dsb, gunung meletus dsb. Sejak dari agama Purba, orang mengimani,
bahwa ada kekuatan penentu kehidupannya dan berada diluar dirinya. Dan guna
menyenangkan hati Sang Kekuatan itu, -baik ketika semuanya berhasil dengan
baik, maupun ketika terjadi krisis- maka mereka memberikan Persembahan. Entah
dari hasil tani, pun ternak pun harta milik. Sejajar dengan perkembangan
peradaban, yang kemudian bertambah dengan perniagaan dan bidang bidang lain
yang sekarang dikenal sebagai sektor jasa, maka persembahan juga makin
bervariasi. Ini kita catat semuanya untuk menggaris-bawahi empat hal.
Pertama, bahwa sekalipun gaya hidup dan gaya
mata pencaharian berkembang, tetap saja logika bahwa rejeki melibatkan ‘campur
tangan dari suatu kekuatan yang tak terlihat yang berada diatas’ tetap saja
berlaku sepanjang sejarah peradaban.
Kedua, bahwa persembahan itu diberikan dari berbagai jenis mata
pencaharian yang makin bervariasi.
Ketiga, pengaturan terhadap apa yang
dipersembahkan itu makin lama makin bervariasi juga. Keempat, ini semua diyakini sebagai kehendak
dari kekuatan yang tak terlihat itu.
Persembahan dalam Tradisi
Alkitab.
Fase fase antropologi
budaya
yang dikatakan diatas, terutama fase ketiga dan keempat juga terjadi dikalangan
agama-agama Semitik, dalam hal ini agama Yahudi, sejak Israel kuno. Dalam kitab kejadian misalnya kita membaca tentang Kain dan Habil yang
mempersembahkan hasil pertanian dan peternakan.
Dalam pemahaman
spiritual orang Israel, karena Allah sudah melakukan kebaikan, maka umat
mengungkapkan kesaksian mereka tentang apa yang sudah Allah lakukan itu dalam
bentuk korban dan persembahan. Umat yang tidak melakukannya akan di-pandang
sebagai pihak yang tidak tahu berterimakasih. Sebab Allah telah memberikan
berkat secara cuma-cuma pada jalan kehidupan. Inilah gambaran situasi
spiritual yang harus kita mengerti, kalau kita mau memahami korban dan
persembahan dalam Alkitab.
Di dalam Alkitab kita membaca bagaimana persembahan diterima berdasarkan
kwalitasnya. Artinya melalui kwalitas
persembahan itu kita bisa melihat sikap hati orang yang memberikan persembahan.
Orang yang tulus memberikan yang terbaik untuk
dipersembahkan. ‘Menyisihkannya’ sejak awal untuk dipersembahkan. Orang yang tidak tulus, menjadikan persembahan sebagai basa-basi, dan karena itu
memberikan apa yang ‘disisakan’ di akhir semuanya sebagai persembahan.
Karena Allah memperhatikan sikap hati inilah, maka
persembahan Kain ditolak, sementara persembahan Habil diterima. Terlepas dari
apa yang terjadi kemudian, kita belajar satu hal, bahwa, Tuhan Allah melihat
sikap hati. Dan karena itu sikap kita ketika memberikan persembahan harus
cocok dengan apa yang Tuhan Allah inginkan.
Dalam rangka pembahasan kita pertama
sekali kita perlu ingat bahwa ada dua istilah yang sangat dekat penggunaannya
dalam Alkitab. Istilah-istilah itu adalah ‘Korban’ dan ‘Persembahan’.
Kalau istilah korban digunakan, maka itu pasti menyangkut
sesuatu yang disembelih. Ada darah di sana. Sementara kalau istilah persembahan
digunakan, maka tidak harus ada yang disembelih. Jadi istilah persembahan lebih
luas jangkauannya dari istilah korban.
Kita perlu mengenal lebih dahulu jenis jenis korban dan
persembahan dalam tradisi Alkitab, sebab dengan demikian kita juga akan
memahami makna korban dan persembahan itu sendiri. Karena banyaknya, kita ikhtisarkan saja sebagai berikut:
1. Korban Pendamaian
Dilakukan untuk meminta pendamaian bagi dosa dosa yang tidak disengaja
(Bil. 15/22 ff). Ini tidak berlaku bagi dosa yang disengaja (Bil 15/30-31). Ini
adalah korban yang diberikan untuk meminta pendamaian atas dosa-dosa yang
dilakukan. Dengan melakukan perbuatan dosa, manusia lalu menjadi seteru Allah.
Dalam posisi itu manusia berhutang nyawa pada Allah. Nyawa itu dilambangkan
dengan darah. Maka yang harus terjadi adalah penebusan yang dilambangkan dengan
darah juga, sebagai cara pendamaian. Korban
Pendamaian ini terbagi atas dua jenis:
a. Korban
Penghapus Dosa
Dilakukan untuk untuk memperbaiki kembali hubungan dengan Allah dan
untuk menebus dosa.
b. Korban Penebus Salah
Berhubungan dengan pertobatan seseorang yang telah mencuri milik
sesamanya, atau juga lalai membayar nazar atau tidak membayar iuran kepada
Imam. Mirip dengan korban penghapus dosa. Sebelum hewab korban disembelih,
orang yang merasa dirinya berdosa, harus meletakkan tangannya pada kepala hewan
tersebut sebagai lambang bahwa dia menyerahkan dosanya untuk ditanggung oleh
binatang tadi.
Dalam Imamat 4 – 7 kita membaca sejumlah
aturan tentang korban penghapus dosa dan korban penebus salah ini.
2. Korban Pemujaan
a. Korban Bakaran
Lambang penyerahan diri kepada Allah ( Im.1)
b. Korban
Keselamatan
Sama dengan Korban bakaran, tapi hanya
lemaknya yang dibakar (Im.3; 7/11-12, 28 – 34).
i.
Korban Puji-pujian
Tanda terimakasih atas karunia karunia Tuhan
ii Korban Nazar
Dipersembahkan dengan suatu janji secara sukarela, akan tetapi begitu janji
diucapkan, maka Tuhan Allah menagih janji itu agar ditepati (Ul 23/21-23)
iii. Korban Sukarela
Dipersembahkan dengan
sukarela tanpa suatu janji
c. Korban Sajian
Dipersembahkan sebagai tambahan pada korban bakaran dan korban
sembelihan sebagai lambang persembahan hasil bumi. (Im 2; 7/12 -14; Ul 15/ 3 –
10)
Tentu saja kita bisa memperdalam dan menemukan jenis korban lain juga
seperti korban perjanjian, korban kecemburuan dan lain lain lagi. Namun hal
korban bukanlah focus kita. Ikhtisar diatas sebetulnya hanya mau menunjukkan
betapa banyak kelemahan manusiawi kita yang ditanggung oleh korban satu pribadi
saja, yakni Yesus Kristus. Sehingga melalui Dia kita terbebas dari rumitnya
korban korban khas Perjanjian Lama.
Sementara itu mengenai hal Persembahan, ternyata banyak sekali
bentuknya.
Karena banyaknya kita akan sebutkan beberapa saja.
• Pertama. Persembahan
dalam arti umum. Persembahan ini adalah pemberian berupa uang atau harta
benda lainnya bagi pekerjaan Tuhan. Kita temukan ini misalnya untuk pembuatan
kemah Suci (Kel. 35/5) atau juga untuk menolong sesama orang miskin . (Kis. 24:17).
• Kedua. Persembahan
pagi dan petang atau persembahan tetap (Kel 29/38). Persembahan ini
berhubungan dengan pengakuan bahwa Tuhan Allah sendirilah yang menuntun umatnya
keluar dari penderitaan. Dan tetap bersedia berdiam diantara mereka.
Persembahan ini dilakukan dalam berbagai variasi, dengan nama-nama yang
berbeda, sesuai dengan tekanan peristiwanya. Misalnya persembahan
cucuran atau persembahan curahan.
• Ketiga. Persembahan
Khusus, yakni sesuatu yang dipisahkan untuk Tuhan. Karena umat menatang,
menimang atau mengunjuk persembahan ini, maka persembahan ini disebut juga
persembahan tatangan, persembahan timangan atau persembahan unjukkan. Kita
membaca tentang persembahan persem-bahan ini dalam Kel 25/2; 29/ 24 – 28 ; Bil
18/8, 19; Neh. 12/44; dan banyak lagi bagian Alkitab yang menunjuk pada hal
tersebut.
• Keempat. Persembahan
Pentahbisan. Ini khususnya berhubungan dengan pentahbisan Imam (Im
8/22-31).
Seluruh persembahan-persembahan yang disebutkan tadi, tergolong dalam
persembahan pemujaan. Persembahan
persembahan yang mengungkapkan peng-akuan bahwa tanpa Tuhan umat tidak akan
menerima berkat, tetapi sekaligus jawaban terhadap tantangan kehidupan, bahwa
hidup orang percaya, aman dalam tangan Tuhan. Salah satunya yang sering
masih menjadi kontroversi ada-lah Persembahan Persepuluhan.
Persembahan
Persepuluhan
Kita tiba pada bagian yang sekarang merupakan pokok pembicaraan kita. Topik persembahan persepuluhan ini telah menimbulkan semacam kontroversi
dan dilemma di GPIB. Dikatakan kontroversi karena ada banyak orang yang tidak
menyetujui adanya persembahan persepuluhan. Mereka melihat ini dari segi
ekonomis memberatkan. Mereka melihat ini sebagai semacam pajak dalam bergereja.
Mereka juga melihat ini memberatkan karena sudah ada PTB segala. Dikatakan
dilemma, karena banyak gereja dan warga gereja juga mengatakan bahwa GPIB
bukanlah gereja yang benar, karena tidak menjalankan perpuluhan. Malahan banyak
warga GPIB yang memper- sembahkan persepuluhan di gereja lain karena di GPIB
sendiri tidak diberlakukan persembahan persepuluhan.
Kontroversi dan dilemma ini makin ramai
karena ada kenyataan bahwa ada warga Gereja yang mempersembahkan perpuluhannya
kepada Yayasan, Lembaga tertentu, malahan kepada Pendeta atau Hamba Tuhan yang
melayani. Dan yayasan, lembaga, apalagi hamba Tuhan ini merasa, kalau itu
sebagai berkat, dan menikmatinya.
Beberapa Praktek Persembahan Persepuluhan dalam Alkitab
Praktek Persepuluhan kita baca dalam berbagai bagian
Alkitab, terutama Kitab Perjanjian Lama. Kenyataan ini bisa kita fahami karena
Umat Israel sangat menekankan hal hal ritual yang dalamnya ada korban dan
persembahan, sementara semuanya itu menuju kepada Yesus Kristus. Namun itu
tidak berarti bahwa masyarakat Perjanjian Baru tidak melaksanakan persembahan
sama sekali. Bisa dikatakan bahwa orang Kristen pertama pasti masih mengikuti
tradisi Yahudi, kecuali dalam satu hal yakni korban yang berdarah. Tradisi
perjanjian Baru itu yang kemudian sampai kepada kita, termasuk persembahan
persepuluhan.
Pemberian persepuluhan sebagai persembahan kita baca
pertama sekali dalam Kejadian 14/20[3][3]. Dikatakan di sana, bahwa seorang raja bernama Melkisedek, sekaligus imam
Allah yang Maha tinggi, keluar menyambut Abram, setelah Abram berhasil
mengalahkan banyak raja-raja lain yang menawan Lot seke-luarga. Dan Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya
Nama Melkisedek itu berarti ‘Raja
Kebenaran’. Nama itu berasal dari dua patah kata: Melekh yang berarti
Raja, dan Tzadik yang berarti kebenaran atau kebi-jaksanaan. Maka,
mereka yang membaca ayat ini dengan mendalam akan mengerti, bahwa Abram
memberikan sepersepuluh dari semua yang dia dapat dari perang mengalah-kan para
raja, kepada Raja Kebenaran yang adalah Imam Allah Yang Maha-tinggi’.
Mudah-mudahan jelas bagi kita -yang menghubungkan gelar Raja dan Imam pada
orang yang sama- bahwa ini adalah Tuhan sendiri.
Abraham -Bapa orang beriman- memberikan sepersepuluh dari pendapatannya
kepada Tuhan. Ini data pertama tentang persepuluhan, yaitu bahwa orang
beriman memberikan persepuluhan kepada Tuhan dari semua hasilnya.
Dalam
Kejadian 28/22 kita membaca bahwa setelah mengalami mimpi di Betel, Yakub
berjanji, bahwa dia akan mempersembahkan sepersepuluh dari semua yang
Tuhan berikan kepadanya kelak. Perhatikanlah kenyataan yang luar-biasa ini.
Yakub waktu itu barulah seorang pelarian. Dia tidak memiliki apa- apa. Tapi dia
bernazar tentang persepuluhan.
Orang beriman
bernazar atau berjanji bagi Tuhan untuk memberikan perse-puluhan dari semua
hasilnya kepada Tuhan, justru ketika dia masih dalam usaha untuk mencapai
hasil.
Dalam uraian kepada orang Ibrani[4][4] (Ibr 7/9) kita membaca kenyataan yang menarik. Suku Lewi -karena tidak
mendapat pembagian tanah- berhak atas persepuluhan. Dari persembahan itulah
mereka hidup. Dengan kata lain orang Lewi mendapat penghasilan dari persembahan
persepuluhan umat. Namun dari mereka pun -karena mereka
keturunan Abraham, ditarik juga persembahan persepuluhan.
Kita harus mengatakan kenyataan yang
jujur ini. Bahwa tidak seorangpun bisa mengatakan diri bebas dari persembahan persepuluhan
sekalipun dia hidup dari persembahan persepuluhan itu sendiri.
Dalam II Tawarikh pasal 31, kita membaca
bagaimana Raja Hizkia memerin-tahkan agar Israel hidup sesuai dengan kehendak
Allah. Dalam rangka itu Hizkia mengatur pengumpulan dan pendistribusian
persembahan. Termasuk didalamnya persembahan persepuluhan. Sang Raja juga ikut
membayar kewajibannya. Ayat ayat terakhir dari pasal 31 ini menyimpulkan bahwa
begitulah Hizkia bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan karena itu dia
berhasil dalam semua usahanya.
Kita
melihat kenyataan menarik bahwa ada hubungan antara pemberian persembahan
-termasuk dalamnya persembahan persepuluhan- sebagai pelaksanaan kehendak
Tuhan, dan keberhasilan dalam usaha.
Dalam Nehemia pasal 13 kita membaca, bagaimana
dalam ketaatannya kepada hukum -Taurat- Nehemia melakukan hal yang sama dengan
Hizkia yang disebutkan diatas, termasuk hal persembahan persepuluhan umat dan
segala pengaturan persembahan yang lain juga. Dengan cara itu kehidupan umat
itu kembali benar di mata Tuhan.
Kita
belajar bahwa ada memang banyak hal yang menunjukkan kepautuahn kita terhadap
kehendak Tuhan. Dan persembahan persepuluhan merupakan salah satu yang
signifikan diantara semua itu.
Perjanjian Baru memberikan tanda yang
jelas bahwa Persembahan Persepuluhan berlaku. Sejumlah orang yang membayarnya
melakukan hal itu dalam kemunafikan, sehingga ditegur[5][5]
oleh Yesus (Mat. 23/23; Luk 11/42; 18/12).
Pada akhirnya kita harus melihat
kenyataan Jemaat- Jemaat Pertama. I Kor 9/ 7-14[6][6],
16/2[7][7],
II Kor 8/1 -15[8][8],
Gal 6/6[9][9];
I Tim 5/17-18[10][10]
dan Ibr 7, semuanya menunjukkan bahwa hal persembahan persepuluhan tidak asing
dalam Jemaat jemaat pertama. Justru sejajar dengan itu kita melihat juga bahwa
‘korban berdarah’ seperti yang jelas dalam tradisi makin memudar.
Kita
belajar bahwa tidak ada satu ayatpun dalam Perjanjian Baru yang memba-talkan
atau yang mengusulkan penggantian pemberian Persembahan Persepu-luhan.
Doktrin Persembahan Persepuluhan Dalam Alkitab
Dari praktek yang diuraikan diatas, kita lalu bisa
mengatakan bahwa ada dua fase yang bisa kita baca dalam keseluruhan Alkitab
tentang persembahan persepuluhan. Fase pertama adalah Fase Perjanjian Lama yang
ditandai dengan hukum hukum Musa. Fase kedua adalah fase Perjanjian Baru yang
ditandai dengan ajaran Yesus dan surat surat Pastoral, terutama surat surat
Paulus.
Dalam fase Perjanjian
Lama yang ditandai dengan Hukum Hukum Musa kita melihat beberapa hal
penting yang bisa kita catat.
Pertama, Persembahan Persepuluhan itu diperintahkan sebagai sesuatu yang diharus-kan. (Im. 27/30;
Mal.3/10).
Kedua, Persembahan Persepuluhan itu diberikan dengan beberapa kepentingan.
1 Untuk
Orang Lewi (Bil 18/21 -24)
Orang Lewi tidak mendapat tanah sebagai
milik pusaka. Mereka ditugas-kan untuk hal hal menyangkut Bait Allah. Karena
itu mereka hidup dari persembahan persepuluhan umat.
2. Sepersepuluh
dari sepersepuluh yang diberikan pada orang Lewi itu harus
mereka persembahkan sebagai persembahan
persepuluhan mereka (Bil. 18/26; Neh 10/37; 12/44).
Jadi,
sekalipun orang Lewi hidup dari persembahan persepuluhan, namun mereka tidak
bebas dari hal mempersembahkan persembahan persepu-luhan itu sendiri.
3. Sepersepuluh
dari persembahan persepuluhan setiap tiga tahun sekali diberikan kepada orang asing/miskin,
orang Lewi, para janda dan anak yatim (Ul. 14/27-29; 26/12 – 14).
Dengan demikian jelas sekali bahwa
peruntukan persembahan persepuluh-an adalah untuk menolong mereka yang
sengsara.
4. Persembahan
Persepuluhan itu untuk menjadi Persediaan di rumah Tuhan (Mal. 3/10).
Istilah Rumah Tuhan disini menunjuk pada
Institusi atau persekutuan yang harusnya menjadi pelaksana kasih Allah dalam
penggunaan persem-bahan Persepuluhan itu.
5. Persembahan
Persepuluhan diberikan sebagai bentuk penghormatan dan kepatuhan terhadap Tuhan
Allah (Ams. 3/9-10)
Hasil pertama yang disisihkan selalu
berhubungan dengan persembahan Persepuluhan. Mempersembahkannya berarti
memuliakan Tuhan sebagai penjamin berkat dalam kehidupan.
Ketiga waktu
untuk membawa persembahan persepuluhan itu adalah secara tahunan, bersamaan dengan semua persembahan yang lain untuk upacara
Hari Raya (Ul 12/6-7; 14/22-26).
Keempat bahwa Persembahan Persepuluhan itu adalah Milik Allah dan bukan milik orang yang
mempersembahkannya (Im. 27/30 – 34; Mal 3/8).
Kelima kemana
persembahan Persepuluhan itu harus di bawa, yakni ke rumah Tuhan (II Taw. 31/12; Neh. 10/38; 12/44; 13/5, 12; Mal
3/10).
Keenam, kalau persembahan persepuluhan itu dipinjam, maka ketika dibayar harus ditambahkan kepada pinjaman itu seperlima
atau dua persepuluh. Dengan demikian keseluruhan yang dikembalikan adalah tiga
persepuluh (Im 27/31)
Ketujuh kalau ditukar,
maka yang ditukar berikut tukarannya harus dibayar (Im 27/33).
Dengan demikian
jelaslah bahwa bagi dunia Perjanjian Lama, Persembahan Persepuluhan merupakan
bagian dari hukum kehidupan, dalam hal ini, Hukum Taurat.
Dalam Fase Perjanjian
Baru ketika Yesus Kristus mengajar maka Yesus Kristus juga menyinggung
persembahan persepuluhan.
Kita bisa melihat tanggapan Yesus itu
dalam Mat 23/23; Luk 11/42; Bd Mat 5/20 dgn Luk 18/11-12; Lihat juga Mat 10/10;
Luk 16/16. Kesulitan kita adalah kebiasaan yang sifatnya ‘konkordatif’[11][11]
dalam memahami Alkitab. Padahal, terhadap pertanyaan apakah Tuhan Yesus
mempersembahkan persembahan persepuluhan, maka acuan kita mestinya bukan hanya
kata kata ‘persepuluhan’ yang keluar dari mulut Tuhan Yesus. Sebagai putera Yahudi, pasti Yesus
memberikan persembahan persepuluhan, sebab hal itu dilakukan sebagai hukum
kehidupan keagamaan khas Yahudi. Maka kata kata Tuhan Yesus dalam Mat 5 : 17 –
20 bagi kita mestinya berarti bahwa bukan hanya Yesus, tetapi juga para
muridNya adalah pelaksana pelaksana persembahan Persepuluhan.
Selain Yesus, Rasul Paulus juga bicara tentang hal yang
sama:
1. Mengkritik pelanggaran terhadap hal hal yang menyangkut
hal hal yang tabu
untuk dilakukan (Rm 2/22) atau perampokan terhadap Bait
Suci (Mal 3/8 – 10)
dan penggunaan benda benda suci (Im 27)
2. Bahwa pengajar yang harus di beri bayaran (Gal. 6/6)
3. Bahwa Tuhan Allah menetapkan bantuan bagi para
pelayanNya (I Kor 9/7-14, I
Tim 6/ 17-18).
4. Orang Kristen juga harus memberi sebab Allah sendiri
telah memberkati mereka
dengan banyak berkat (I Kor 16/2).
5. Keturunan Abraham -terutama secara iman- harus berjalan
dalam jejak jejak
iman yang dicontohkan Abraham.
6. Imamat Melkisedek adalah kekal dan karena itu harus
dipelihara oleh keturunan
Abraham (Ibr 6/20; 6/1-11, 17, 21).
7. Persembahan Persepuluhan adalah bukti kepatuhan dan
penghargaan atas berkat
berkat Tuhan (Rom 4/12; Ibr 7/6 -10; I Kor 9/ 7 – 14; I Tim
6/17 – 18; Bd. Mal
3/8 – 10; Ams 3/9 – 10; Kej 14/20; Ul 8/10 – 20).
Berkat-berkat Berhubungan Dengan Persembahan Persepuluhan.
Alkitab juga bicara tentang berkat berkat, berhubungan
dengan persembahan persepuluhan ini.
- Berkat karena kepatuhan ( lihat diatas )
- Rumah Tuhan tidak akan mengalami kekurangan (Mal. 3/10), sehingga tetap bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
- Pelayan pelayan Tuhan tidak akan kelaparan (I Kor. 9/7 – 14; I Tim 5/17 – 18; Neh 13/8 – 10; Mal. 3/8 – 10.
- Berkat material dan spiritual (Mal 3/8 – 10; Ams 3/9 – 10; II Taw 31; Neh 13).
Ada
baiknya kita membuat beberapa kesimpulan sederhana tentang petunjuk petunjuk
Alkitab yang sempat kita kumpulkan diatas.
Pertama
jelas sekali bahwa persembahan persepuluhan itu punya dasar dalam Alkitab. Tokoh tokoh Alkitab mempraktekkannya dan
mengajarkannya.
Kedua,
jelas juga bahwa persembahan persepuluhan itu diharuskan oleh Alkitab. Ini berarti diperintahkan oleh Tuhan
sendiri. Dan perintah Tuhan itu belum pernah dibatalkan.
Ketiga,
bahwa persembahan persepuluhan itu bukan
beban melainkan identi-tas umat beriman, sehingga harusnya dilakukan dengan
sukacita. Bukan dengan rasa tertekan.
Keempat,
persembahan Persepuluhan adalah milik
Tuhan dalam keseluruhan berkat yang Tuhan berikan bagi umatNya. Dengan kata
lain dalam berkat berkat kita ada bagian Tuhan sendiri yang harus disisihkan.
Kelima,
dengan demikian dalam memberikan persembahan Persepuluhan kita harus sadar
bahwa kita memberikan apa yang punya Tuhan. Bukan
sedang menyumbang atau memperkaya
institusi persekutuan orang percaya.
Keenam,
jelas bahwa persembahan Persepuluhan itu dibawa
ke Rumah Tuhan sebagai representasi persekutuan umat. Dan karena itu tidak
ada alasan untuk memberikannya kepada pribadi, yayasan atau lembaga.
Ketujuh,
penggunaan persembahan Persepuluhan
itu oleh Institusi mestinya berakibat pelayanan yang lebih baik lagi sehingga
institusi makin mampu membagikan kasih
Allah bagi makin banyak orang.
Kedelapan,
adalah salah -bahkan dinilai sebagai
upaya menipu Tuhan- kalau orang mengabaikan
persembahan persepuluhan. Bahwa ada persembahan lain, itu tidak meniadakan
persembahan persepuluhan, sebagai sesuatu yang khusus.
Kesembilan
mereka yang memberikan persembahan Persepuluhan, baik sebagai pribadi maupun
sebagai persekutuan, diberkati oleh Allah.
Namun harus jelas bahwa orang tidak bisa menyogok Tuhan Allah dengan memberikan
persembahan persepuluhan.
Kesepuluh
persembahan Persepuluhan itu berlaku bagi orang percaya disegala tempat dan segala zaman.
Pergumulan Pergumulan Kontemporer
Pergumulan kontemporer yang umum adalah bagaimana memahami persem-bahan Persepuluhan begitu
rupa sehingga sekalipun kita berada pada era niaga dan sektor jasa, namun
persembahan persepuluhan sebagai praktek beriman tetap bisa dilaksanakan dengan
baik dan benar. Harus dikatakan bahwa secara umum, perkem-bangan perkembangan
membuat kita tertolong. Misalnya saja tentang waktu pembe-rian persembahan
persepuluhan itu. Jelas sekali bagi dunia Perjanjian Lama, itu diberikan secara
tahunan. Ini karena latar-belakang pertanian dan penggembalaan. Dalam
masyarakat seperti itu penghasilan baru akan jelas kelihatan secara tahunan.
Dewasa ini kita tidak lagi harus menunggu setahun, tetapi bisa kita lakukan
setiap bulan. Karena penghasilan kita -kecuali didaerah pertanian tradisional-
adalah penghasilan bulanan, maka persembahan Persepuluhan juga harus diberikan
setiap bulan. Misal yang lain adalah bahwa -lagi lagi kecuali di daerah
pertanian yang sangat tradisional- kita tidak usah lagi membawa persembahan
Persepuluhan dalam bentuk hasil pertanian atau peternakan. Kita bisa
melakukannya dalam bentuk uang.
Pergumulan kontemporer khas Gerejawi ternyata lebih rumit
dari pergumulan kontemporer yang umum. Dan salah satu contohnya adalah GPIB
sendiri. Dalam hubungan ini barangkali kita mau melihat sejumlah -pasti tidak
semua- pergumulan khas GPIB tentang persembahan persepuluhan.
Pergumulan awal tentang persembahan
persepuluhan ada dua.
Yang pertama adalah apakah persembahan persepuluhan itu
masih tetap wajib setelah Perjanjian Baru?. Jawaban tentang hal ini jelas.
Bahwa fakta Yesus sebagai putera Yahudi dan Paulus yang banyak surat pastoral
tidak pernah membatalkan ataupun mengganti persembah-an Persepuluhan. Darah
Yesus di Golgota membatalkan korban korban berdarah. Bukan membatalkan
persembahan Persepuluhan.
Pergumulan awal yang kedua adalah pertanyaan, apakah ini
semacam ‘pajak’ bagi Gereja?. Jelas jawabnya tidak. Perlu diketahui bahwa
dikalangan masyarakat seputar Israel sendiri ada yang memang menarik
persepuluhan dari rakyat mereka. Ada yang ditarik untuk kepentingan Raja, ada
yang ditarik untuk kepentingan tentara. Justru dalam Alkitab persepuluhan
ditarik oleh Bait Allah yang tidak mempunyai kekuatan duniawi seperti Raja dan
tentara. Tapi mengapa ini terus berjalan? Jawabnya, karena persembahan
persepuluhan itu membuat persekutuan makin mampu membuat makin banyak orang
mengalami belas-kasihan Allah.
Setelah pergumulan utama diatas, muncul berbagai pergumulan
yang tak kurang beratnya, dibandingkan dengan pergumulan awal diatas. Berikut
ini mau dicatat beberapa saja dari kebiasaan yang salah[12][12].
- Kebiasaan salah pertama adalah mempersoalkan Persembahan Persepuluh-an dalam hubungan dengan PTB. Jawabnya sederhana. PTB itu terjadi karena GPIB belum mampu menerapkan aturan Alkitab yang namanya persepuluhan. Dalam Persidangan Sinode Tahun 2000 GPIB mulai memperhatikan hal persembahan persepuluhan ini[13][13]. Tapi dalam Persidangan Sinode Istimewa tahun 2004, GPIB makin bertobat dalam arti berusaha sebagai gereja untuk memberlakukan prinsip prinsip Alkitab, termasuk tentang persepuluhan[14][14]. Apakah PTB masih ada?. Jawabnya, masih ada dalam masa transisi. Tapi kita menuju ke persepuluhan. Apakah harus dobbel, PTB dan persepuluhan?, jawabnya tidak perlu. PTB itu aturan GPIB, Persepuluhan itu aturan Tuhan. Sekarang GPIB mengajak seluruh umatnya untuk mematuhi aturan Tuhan. Konkritnya, kalau sekarang kita melaksanakan Persepuluhan apakah kita boleh mengabaikan PTB?. Jawabnya, boleh sekali. Kalau ada yang mau tetap mempersembahkan PTB selain Persembahan Persepuluhan?. Boleh saja. Kalau ada yang mengangkat Persepuluhan, kemudian membaginya atas berbagai macam, termasuk PTB?. Jawabnya ya tidak boleh. Persepuluhan ya persepuluhan. Apakah tidak takut kolekte berkurang? Jawabnya, kalau kolekte berkurang tapi persembahan Persepuluhan bertambah, maka yang akan terjadi adalah saldo tambah. Bukan saldo kurang!.
• Kebiasaan salah yang kedua, sebagaimana disinggung di atas
adalah, adanya sejumlah orang yang mengklaim diri
sebagai berhak atas persepuluhan, dan tidak mau memberikan persepuluhan. Sedihnya, orang orang ini sering
adalah fungsionaris fungsionaris ibadah, termasuk lembaga atau yayasan
independent yang bergerak dalam bidang yang sama. Ini jelas bertentangan dengan
kesaksian Alkitab. Ada sejumlah orang dengan roh materialistik yang mau
memanipulasi Firman, khususnya mengenai persepuluhan. Jangan berikan kesempatan
kepada orang-orang seperti ini. Kita harus menjaga agar jangan ada fungsionaris
pelayanan gereja yang materialistik, dan ingin mengambil keuntungan dari
persepuluhan. Tetapi kita juga harus mengingatkan umat agar jangan menjadi
pelit kepada Tuhan lalu ‘menipu’ milik-Nya sendiri, yakni hak Tuhan atas
persepuluhan. Kalau jelas bahwa Suku Lewipun harus memberikan persembahan
Persepuluhan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa para fungsionaris pelayanan
-termasuk pendeta yang hidup dari persembahan umat- tidak bisa membebaskan diri
dari ketentuan Persembahan persepuluhan. Kitab Nabi Maleakhi 3:8–10 secara
jelas mengatakan, bahwa orang yang tidak mempersembahkan persepuluhan dia
menipu Tuhan. Kalau hidup seorang penipu terus-menerus bermasaalah dan
berkekurangan, apalagi seorang penipu Tuhan. Besar kerusakannya.
Kita telah melihat data Alkitab yang persis, bahwa yang menjadi terminal
terakhir Persembahan persepuluhan, adalah Rumah Tuhan. Dengan begitu yang
dimaksud adalah persekutuan setempat dimana orang beribadah. Tidak ada data
bahwa seorang dari Hebron memberikan persembahan persepuluhan ke Yerikho
misalnya. Karena itu, maka juga tidak benar apabila seorang warga jemaat GPIB
di Jakarta, mengirimkan Persembahan persepuluhannya ke GPIB lain di pos pelkes.
Yang benar adalah GPIB tersebut di Jakarta -sebagai persekutuan- membantu GPIB
di Pos Pelkes juga sebagai persekutuan.
• Kebiasaan salah yang ketiga adalah, memberikan
persepuluhan secara tahunan.
Telah diuraikan diatas tadi, perbedaan pola penghasilan
di Israel zaman PL dengan sistim kita yang bulanan. Maka persembahan
persepuluhan juga seyogyanya diberikan secara bulanan. Kalau masih diberikan
secara tahunan sebetulnya persepuluhan itu dipandang sebagai semacam PTB. Maka
akan aneh kalau diumumkan, bahwa persepuluhan pak anu bulan September sekian,
padahal beliau telah almarhum dibulan Juni!.
• Kebiasaan salah keempat adalah angka persepuluhan yang mutlak harus sama. Justru tidak harus sama. Angka persepuluhan bisa fluktuatif,
tergantung penghasilan. Disini kadang kadang ‘kedagingan’ masih bermain
peranan. Seorang yang biasanya memberikan sekian, merasa ‘tidak-enak’ kalau
bulan ini hanya memberi sekian. Padahal yang terjadi adalah perusahannya tutup,
dia baru pension, panennya gagal dsb. Jangan merasa risih kalau
penghasilan bulan ini lebih rendah dari bulan lalu. Adalah menyedihkan kalau
dalam memberikan persembahan persepuluhan kita mencari kehormatan di mata
manusia, sementara di mata Tuhan Allah kita justru butuh pertolongan.
• Kebiasaan salah kelima
adalah pemahaman tentang
penghasilan yang sepersepuluhnya dipersembahkan. Sebetulnya persembahan
persepuluhan adalah hal yang sangat pribadi. Penghasilan adalah penghasilan dan
bukan modal kerja. Tegasnya, uang makan dan uang transport baik yang regular
maupun karena penugasan khusus, bukanlah penghasilan dan karena itu tidak kena
aturan persepuluhan.
Mengapa demikian?. Karena modal kerja adalah benih. Bukan hasil. Persepuluhan
tidak pernah dipersembahkan dari benih. Persepuluhan dipersembahkan dari hasil.
Masalah kita memang menjadi rumit karena kemajuan. Yang pertama ada pekerjaan
yang hanya memberikan gaji secara total, tanpa memperhitungkan transportasi,
makan siang dsb. Pokoknya, sekian. Kalau ini yang terjadi, maka pribadi yang
bersangkutan harus menghitung sendiri berapa penghasilan sesungguhnya. Dengan
demikian kita terhindar dari kasus Ananias dan Safira. Yang kedua ada pekerjaan
yang gajinya diberikan lewat rekening Bank. Jadi tidak ada amplop yang pulang
kerumah untuk membuat Ibu rumah tangga membuat perhitungan. Penyelesaiannya
sama saja. Hitung, dan jangan menjadi seperti Ananias dan Safira. Tentu saja
ada orang yang mengangkat persepuluhan dari keseluruhannya, karena merasa
semuanya adalah penghasilan. Boleh boleh saja.
• Kebiasaan salah keenam adalah, sikap
masa-bodoh terhadap pemeriksaan yang berdasar dalam pemahaman yang salah
tentang Firman.
Memang Tuhan Yesus mengatakan bahwa apa yang diberikan dengan tangan kanan,
tidak usah diketahui tangan kiri. Ini benar kalau berarti bahwa kita tidak usah
mempersoalkan untuk program yang mana persepuluhan digunakan, sebab ini
kesepakatan program pelayanan. Akan tetapi kita wajib mencek apakah persembahan
persepuluhan kita memang telah sampai ke perbendaharaan rumah Tuhan. Dan untuk
itu, kita harus memeriksanya lewat warta keuangan. Namun kadang kadang terjadi
ekstrim yang lain juga. Justru karena kita melihat ketidak-beresan management
gereja sebagai institusi lalu kita batal memberikan persembahan Persepuluhan.
Jawabannya sederhana. Perbaiki managementnya dan tuntut agar terus terjadi
perbaikan. Tapi kalau kita berpikir bahwa karena manusianya salah maka hak
Tuhan kita tahan dulu, rasanya kita salah dan tidak logis juga. Lain orang yang melakukan kesalahan, lain orang yang menerima
‘getahnya’.
• Kebiasaan salah ketujuh
adalah, penolakan
secara mentah-mentah terhadap persembahan persepuluhan, karena memang tidak
mau. Ada yang karena berpikir bahwa Gereja justru punya
banyak uang. Ada yang berpikir bahwa dengan memberikan persembahan persepuluhan
dia melayani hasrat materialistik institusi. Ada yang memang sayang akan
uangnya. Namun ada juga yang menolaknya karena memandang dirinya begitu
berkekurangan sehingga dia yang justru perlu dibantu. Orang seperti ini membutuhkan sejumlah pengalaman dari Tuhan untuk lebih
beriman. Sebab ini bukan soal kaya-miskin. Ini soal ketaatan. Catatan kecil
yang Tuhan Yesus berikan tentang janda miskin sangat menarik perhatian. Seorang
janda, yang justru di bela oleh institusi Bait Allah, tetap memberikan
persembahan. Tuhan ingin kita jujur dihadapan-Nya. Penerima bantuan diakoni tidak bebas
dari persembahan persepuluhan.
• Kebiasaan salah yang kedelapan yang menyangkut hampir
seluruh umat adalah pada satu sisi pengabaian terhadap
penilaian kinerja fungsionaris pelayanan, dan pada sisi yang lain, pengabaian
terhadap program pelayanan itu sendiri. Suatu proses introspeksi diri yang serius dibutuhkan baik
pada pribadi, mekanisme kerja, maupun beban program yang harus dilayani. Dengan
demikian, persembahan umat mencapai maksudnya. Harap jelas bahwa kita bukan
hanya menangani persembahan orang. Kita juga menangani ‘doa’ orang sejajar
dengan persembahan itu.
Catatan catatan berikut akan dibuat justru setelah kita
selesai pembahasan. Sebab pembahasan ini memang disempurnakan oleh catatan demi
catatan dari jemaat ke jemaat.
Shalom sya mau nanya mohon dijawab yaa
BalasHapusKalau papa saya pensiunan dan gajinyanya 4jt biasa nya beliau angkat 4rts nya untuk persepuluhan perbln nah tapi ni beliau kredit dibank dan perbuln gajinya jadi 1,5jt yng papa sya bingung kalau angkt persepuluhan itu 4 rts tetapkah? Atau ikut dri 10% 1,5jtnya? Makasih sebelumnya GBU