Senin, 30 Juli 2012

KEPEMIMPNAN.

KEPEMIMPINAN


N a m a : Rismawati Tampubolon
KEPEMIMPINAN BERDASARKAN KUASA FIRMAN ALLAH
PENDAHULUAN

Kepemimpinan adalah kombinasi yang seimbang dari pengembangan potensi manusia dan pencapaian tujuan.
 Tanda dari seorang pemimpin atau penasehat yang baik adalah kemampuannya untuk memimpin orang-orang lain ke dalam kehendak Allah dan tujuan-tujuan hidup mereka. Ketika terjadi keseimbangan diantara kedua hal itu, maka tujuan akan tercapai, kelompok-kelompok akan terbentuk, produktifitas yang melimpah dan suasana kerja yang damai akan terjadi di didalam organisasi. Maka melalui pola kepemimpinan yang efektif, akan mewujudkan tujuan dari suatu organisasi, sementara tetap memperdayakan anggota-anggota-nya. Bahwa prinsip kepemimpinan yang alkitabiah, akan memberikan arahan tentang cara dan polanya secara ‘cepat‘. Berbicara tentang kepemimpinan tidaklah terlepas dari “orang” yang menjalankan kepemimpinan tersebut. Tidak jarang setiap pergantian pemimpin berganti pula kebijakannya. Hal demikian dapat berakibat, baik bagi kelompok/orang/masyarakat yang dipimpinnya, namun tidak jarang merugikan, menindas dan bahkan berakibat fatal. Kepemimpinan bangsa, sedang mengalami krisis. Tetapi tetap ada solusinya di dalam Firman Allah. Dr. James B. Richards dan Charles Stainley akan memaparkan pengalamannya, sekitar kepemimipinan secara luas. Baik di dalam sebuah lingkungan usaha maupun yang bersifat kristiani. Penghargaan atas waktu merupakan prinsip yang menyemangati kepemimpinan berdasarkan kuasa firman Allah, baik di dalam keluarga, pelayanan dan setiap lingkup dunia usaha. Dan bagaimana seluk beluk dan cara menghasilkan suatu kepemimpinan yang efektif.

Kepemimpinan yang baik merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan, kesetabilan dan kemajuan kelompok apapun. Maksudnya ialah tanpa kepemimpinan yang baik, kelompok apapun di dunia akan rentan konflik serta rawan perpecahan, dan oleh sebab itu sulit bertumbuh dan berkembang. Kalaupun bergerak, geraknya pun sekedar maju mundur, kesana kemari, tanpa arah, bahkan dapat dikatakan jalan di tempat.
Jika kita menyimak penjelasan diatas maka kepemimpinan yang baik sangatlah vital dan tidak terhindarkan bagi semua orang. Dimana ada kehidupan bersama, dimana pun di muka bumi ini, orang cuma punya dua pilihan: dipimpin atau memimpin. Dan yang sering ditemui adalah kombinasi diantara keduanya, memimpin dan sekaligus dipimpin.
KEPEMIMPINAN ALKITABIAH DALAM PERJANJIAN LAMA
Kejadian 1:28-31. Dari awal bumi ini dijadikan Tuhan Allah memberi mandat kepemimpinan kepada manusia – Adam dan Hawa (laki-laki dan perempuan).

Keluaran 18:1-27. Musa pemimpin besar bangsa Israel, yang telah berhasil memimpin bangsa yang besar keluar dari tanah perbudakan Mesir, ia masih membutuhkan orang lain untuk menasihati sehingga kepemimpinannya berhasil. Yitro dipakai oleh Tuhan untuk menasihati Musa, untuk membagi otoritas/kekuasaan kepada orang lain sesuai dengan urutan-urutannya, dan kelompok-kelompoknya. Disini sudah terlihat kepemimpinan partisipatif, memang tanggung jawab tertinggi masih terletak pada Musa, tetapi tugas kepemimpinan dibagi dengan yang lain. Sehingga rakyat yang banyak, dapat dilayani sesuai dengan keperluannya, serta Musa sendiri tidak terlalu lelah, sehingga masih bisa menangani hal-hal yang lebih penting.
KEPEMIMPINAN ALKITABIAH DALAM PERJANJIAN BARU
Markus 10: 35-45. Pola kepemimpinan Tuhan Yesus adalah kepemimpinan yang menghamba. Pemimpin yang melayani, pemimpin yang menjadi hamba bagi orang yang di pimpin-Nya. Sebaliknya yang diutarakan dalam perikop ini, para penguasa (pemimpin), memerintah (memimpin) dengan kekerasan dan tangan besi, militerisme di terapkan, sehingga kadang kala mereka memperlakukan manusia, sebagai obyek kekuasaan, dan tidak dihargai sebagai manusia yang bermartabat.

Lukas 17 : 7-10. Pemimpin yang menghamba,ditekankan lagi. Setelah berhasil pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Tidak ada penghargaan (reward), buat hamba itu, dengan rendah hati ia akan berkata …..”Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”. Prinsip ini benar-benar ditekankan oleh Tuhan Yesus bagi murid-murid-Nya yang kelak akan menjadi pemimpin, juga kepada setiap orang yang kepadanya diberi kepercayaan pemimpin.

Yohanes 10:1-21, gembala yang baik, itulah gambaran yang diberikan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik (penggenapan Mazmur 23). Pemimpin yang berhati gembala, mencari yang sesat, membalut yang luka dan menyembuhkan yang sakit. Ayat 11-12, menegaskan kepada kita semua, bahwa Tuhan Yesus gembala yang memberikan nyawanya bagi domba-domba yang digembalakan. Apakah kita sanggup dan mampu melakukan seperti Yesus, terhadap domba-domba (jemaat) yang dipercayakan kepada kita.
Yohanes 13:1-20. Teladan yang tidak pernah dapat diabaikan begitu saja. Pemimpin yang rendah hati. Siap merendahkan diri, menyamakan diri dengan seorang budak belian (doulos), menanggalkan jubahNya (harga diri dan kehormatanNya), mengenakan pakaian seorang budak, membasuh kaki murid-muridNya, dengan rela dan ikhlas. Tujuan teladan ini, supaya murid-muridNya pun melakukan yang sama terhadap satu sama lain (sesama murid, satu level) maupun bagi orang-orang yang dilayani.

Kisah Para Rasul 6:1-7. Pembagian tugas kepemimpinan dari rasul-rasul yang berjumlah 12 orang, dipilih lagi sebanyak 7 orang yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat
. Tugas mereka adalah pelayanan, memperhatikan jemaat yang kekurangan, khususnya janda-janda diantara jemaat mula-mula itu. Sehingga Rasul-rasul, lebih dapat konsentrasi memberitakan Injil (Firman Tuhan), disebar luaskan di Yerusalem waktu itu, hasilnya sejumlah imam (pemimpin agama Yahudi), menyerahkan diri dan menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Jika rasul-rasul itu tidak mau membagi tugas kepemimpinan mereka pasti tidak banyak kesempatan keluar, berjalan, bertemu dengan berbagai manusia, berdiskusi dan membawa lebih banyak orang datang kepada Kristus.

Kepemimpinan rasul-rasul, terus berkesinambungan, dijabarkan lebih dalam dan luas oleh rasul Paulus, dengan pola kepemimpinan berdasarkan karunia-karunia Roh Kudus sebagai berikut:

1. Karunia kuasa untuk mengadakan mujizat (I Kor. 12:10,28-29).
2. Karunia untuk menyembuhkan (I Kor. 12:9, 28, 30).
3. Karunia memberi pertolongan (I Kor. 12:28).
4. Karunia memimpin dan administrasi (I Kor. 12:28; Roma 12:8).
5. Karunia iman (I Kor. 12:9).
6. Karunia Rasul (I Kor. 12:28; Ef. 4:11).
7. Karunia kenabian (I Kor. 11:14-15, 12:2 dst; Kis.14:27-28).
8. Karunia untuk mengajar (Roma 12:28; I Kor. 12:28-29).
9. Karunia untuk menasihati (Roma 12:8).
10. Karunia untuk berkata-kata dengan hikmat (I Kor. 12:8).
11. Karunia untuk membedakan Roh (I Kor. 12:10, 14:28).
12. Karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan (I Kor. 12:8).
13. Karunia untuk berkata-kata dengan bahasa Roh (I Kor. 12:10).
14. Karunia untuk menafsirkan bahasa Roh (I Kor. 12:10).
15. Karunia sebagai pekabar Injil (Ef. 4:11; 2 Tim. 4:5; Kis. 21:8).
16. Karunia untuk melayani (Roma 12:7).
17. Karunia untuk membagi-bagikan sesuatu (Roma 12:8).
18. Karunia untuk menunjukkan kemurahan (Roma 12:8).
19. Karunia untuk mengembalakan (Ef. 4:11).

SYARAT PEMIMPIN, TIMOTIUS 3:1-13
Yang berhubungan dengan pelayanan Firman Tuhan dan pelayanan rohani.
1. Seorang yang tidak bercacat.
2. Keluarga – monogami.
3. Dapat menahan diri.
4. Bijaksana.
5. Sopan (tidak arogan).
6. Suka memberi tumpangan (memiliki jiwa sosial).
7. Cakap mengajar orang (melalui verbal maupun teladan kehidupan).
8. Seorang kepala keluarga yang baik.
9. Disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.
10. Memiliki nama baik di luar jemaat (di lingkungan dimana ia bertempat tinggal).
11. Peramah dan pendamai (ramah terhadap semua orang, selalu ingin berdamai dengan siapa pun).

Dalam kesempatan ini akan dipilih dua tokoh pemimpin dan gaya kepemimpinannya, Yusuf (PL), Yohanes Pembabtis (PB). Hal ini dilakukan bertitik tolak dari situasi yang terus memburuk yang melanda masyarakat, bangsa dan negara kita. Krisis yang panjang yang belum juga dapat teratasi sampai saat ini.
Yusuf tokoh yang dipilih dan dipakai Tuhan ketika Mesir juga mengalami krisis musim kering dan musim kelaparan panjang. Sedangkan Yohanes Pembabtis, ia dipilih dan dipakai oleh Tuhan tatkala bangsa Israel seperti Indonesia-sedang berada masa transisi. Bila Indonesia sedang menyongsong Indonesia baru, maka Israel (dan dunia), saat itu sedang berada diantara era PL dan PB; di tengah peralihan antara era sebelum Kristus dan era sesudah Kristus.
Dimanakah letak keberhasilan Yusuf memimpin negeri Mesir menghadapi dan melewati krisisnya yang panjang?

Pertama: Yusuf adalah tokoh yang senantiasa menempatkan Tuhan di tempat yang sentral dalam hidupnya . Dia memahami dibalik segala sesuatu yang terjadi, dibalik segala sesuatu yang ia alami, dan dibalik segala sesuatu yang ia lakukan, adalah tangan Tuhan sendiri sedang bekerja mengerjakan rancangan-Nya. Rancangan bagi Yusuf senantiasa merupakan rancangan yang adil, baik dan benar. Dan rancangan mempunyai jadwal waktunya sendiri.
Keyakinan inilah yang membuat Yusuf tidak getir ketika menghadapi bencana, penderitaan, atau bahkan ketika dilakukan tidak adil sekalipun. Ia yakin bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Semua itu, walaupun tidak dipahami sebelumnya, diyakininya sebagai bagian proses yang pasti akan berakhir dengan kemenangan orang yang benar dan setia kepada Tuhan.
 Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang teruji ketenangannya disaat-saat kesulitan, bahkan ketika menghadapi ketidakadilan sekalipun terhadap dirinya.

Memberi penilaian untuk segala sesuatu yang baik kepada Tuhan membuat Yusuf tidak silau dengan keberhasilannya sendiri. Padahal inilah yang paling menjebak dan menjerat para pemimpin yang berhasil.
Haus dan tamak akan sukses, kebesaran dan ketenaran. Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang tidak terkubur dalam kesusahan, dan kegagalan tetapi juga tidak takabur dalam keberhasilan dan kesenangan.

Kedua: Yusuf adalah kearifannya dalam memanfaatkan masa kelimpahan guna menghadapi kekurangan. Ada yang mengatakan, dan itu tentu benar, bahwa situasi bagi Yusuf sebenarnya tidak terlampau sulit, sekiranya yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu tujuh tahun masa kekeringan yang diikuti oleh tujuh tahun kelimpahan. Sekiranya ini terjadi, Yusuf tidak perlu belajar apa-apa. Siapapun yang telah berhasil melampaui penderitaan, tak perlu belajar bagaimana menikmati kesenangan dan keberhasilan. Konon Iblis tidak perlu bekerja keras untuk menggoda orang-orang yang sedang menikmati keberhasilan. Kelengahan adalah perangkap yang paling berbahaya. Karena itu situasi yang dihadapi oleh Yusuf jauh lebih sulit. Akan tetapi, disitulah kebesaran dan kearifan Yusuf. Ia pandai memanfaatkan tahun-tahun keberhasilan secara tepat guna.

Ketiga: Unsur lain yang tidak boleh dilupakan adalah KARAKTER. Realitas ini tidak hanya berlaku bagi Yusuf, tetapi juga bagi semua yang dipilih oleh Tuhan sebagai pemimpin. Para tua-tua Israel membantu Musa, dan para diaken mendampingi para rasul diberi syarat sebagai berikut; Kata Musa” Kemukakanlah dari suku-sukumu orang-orang yang bijaksana, berakal budi dan berpengalaman, maka aku akan mengangkat mereka menjadi kepala atas kamu” (Ulangan 1:13). Kemudian permintaan para rasul ,” Pilihlah tujuh orang diantaramu yang terkenal baik, dan penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu” (Kis. 6:3). Ijazah atau latar belakang pendidikan tentu penting, tetapi bukan yang terpenting! Karakterlah yang paling menentukan untuk apa dan bagaimana kemampuan lebih itu dimanfaatkan: untuk tujuan-tujuan yang konstruktif ataukah destruktif (yang membangun ataukah merusak).
Yusuf menjadi pemimpin bukan oleh karena ia lulus ujian saringan atau fit and proper test. Yusuf lulus ujian kehidupan, ketika dibuang ke sumur kering oleh kakak-kakaknya sendiri, ketika dijual sebagai budak di Mesir; ketika digoda oleh istri majikannya ( padahal ada kesempatan emas untuk hidup enak ! ); dan tatkala di penjarakan karena fitnah dan kemudian dikecewakan oleh rekan yang pernah ditolongnya. Bukankah semua itu menjadi bukti sebuah karakter yang kuat?
Jawabannya sederhana: penderitaan, apalagi yang datang bertubi-tubi, akan menghancur lumatkan kualitas mereka yang berwatak lemah. Namun penderitaan, walaupun silih berganti, justru akan memperkuat serta meningkatkan kualitas mereka yang berkarakter baja. Dari tengah rangkaian penderitaan yang tak kunjung berhenti itu, ia tampil bukan sebagai prajurit yang kalah perang tetapi sebagai atlit yang semakin terlatih.
Yang paling mengesankan dari Yusuf adalah saat ia bertemu dengan saudara-saudaranya yang pernah mencelakakannya. Ketika itu ada kesempatan untuk membalas dendam terbuka lebar (ia sudah menjadi penguasa nomor dua di negeri Mesir). Apakah ia memanfaatkan kesempatan itu? Ternyata tidak! Kesempatan itu justru ia pakai untuk melakukan rekonsiliasi dengan memberikan pengampunan kepada saudara-saudaranya dengan tulus hati. Yusuf bukanlah pendendam. Ini amat penting bagi karakter seorang pemimpin. Sebab bila dendamlah yang menguasai hati dan pikiran si pemimpin, dan dendam pulalah yang mendasari kebijakan-kebijakannya, yang bersangkutan tidak mungkin menjalankan kepemimpinannya dengan bijak - bestari, kepemimpinannya menjadi demonis (bersifat seperti iblis), merusak dan menakutkan.
Keempat : barulah dapat disebut pada urutan yang paling akhir, unsur KETRAMPILAN. Hal ini disebut terakhir oleh karena sekali lagi ini bukanlah paling penting atau satu-satunya yang penting. Namun disebut yang terakhir bukan juga kurang penting. Ketrampilan itu sangat penting! Seseorang tidak akan bisa menjadi montir yang baik, hanya dengan menjadi orang berbudi luhur dan bijaksana. Orang itu akan bisa menjadi montir yang baik, karena memiliki ketrampilan memperbaiki mobil ditambah bijaksana dan berbudi luhur (tidak mengada-ada, tidak justru merusak mobil).
Ketrampilan Yusuf tidak dapat kita perdebatkan lagi. Bayangkan, memobilisasikan masyarakat untuk menyerahkan gandum dimasa kelimpahan dalam jumlah yang banyak dikatakan oleh Alkitab “tidak terhitung banyaknya”; menyediakan tempat-tempat (lumbung-lumbung) penyimpanan diseluruh negeri; dan akhirnya mendistribusikannya dengan lancar dan tertib! Tidak pelak lagi, Yusuf adalah KABULOG terbesar di zamannya dan paling sukses sepanjang sejarah dan diseluruh muka bumi ini. Toh, ia tidak terjerat dengan kasus semacam buloggate! Anak emas, anak manja, anak kesayangan bapak Yakub, karena lahir dari seorang isteri yang sangat dicintai yaitu Rahel (untuk mendapatkannya Yakub harus mengabdi selam 14 tahun dirumah Laban). Kecuali itu Rahel adalah cinta pertama bapak Yakub. Oleh karena penderitaan, penempaan Tuhan yang begitu keras terhadap Yusuf, akhirnya ia keluar sebagai pemimpin yang berkarakter dan bersifat menghamba, melayani dan pengampun. Kepemimpinan Yusuf diberkati oleh Tuhan, bukan hanya menyelamatkan bangsa Mesir, tetapi sanak keluarganya, bahkan masyarakat yang lebih luas.

YOHANES PEMBAPTIS
Kini beralih kepada tokoh lain, yaitu Yohanes Pembaptis. Tokoh ini diakui sebagai pemimpin yang kaya akan inspirasi bagi pelaksanaan kepemimpinan, dalam masa transisi sekarang ini. Yohanes amat cocok dengan ambisi dan obsesi megalomania yang ada pada hampir bagi semua orang. Yaitu ambisi untuk menjadi besar dan bahkan menjadi yang terbesar. Menjadi besar, idola banyak orang. Alkitab mengkualifikasikan Yohanes sebagai orang besar. Bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa Yohanes adalah YANG TERBESAR. “Diantara orang yang dilahirkan oleh perempuan diseluruh muka bumi ini, “ KATA YESUS, “ tidak ada yang lebih besar dari pada Yohanes” ( Lukas 7:28 ) jadi , bila kita ingin menjadi besar atau malah menjadi paling besar , belajarlah kepada Yohanes . Dimanakah kiranya letak kebesaran tokoh kita ini ?

Pertama : Yohanes menjadi besar bukanlah oleh kerena dia adalah manusia super atau superman. Yohanes tentu saja memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan kita. Tetapi dia tetap manusia normal,manusia biasa, sama seperti kita, memiliki kelebihan sekaligus kekurangan. Lukas 7:18-23 menyiratkan bahwa Yohanes (yang sering kita bayangkan sebagai tiang beton itu!), bisa ragu, takut, gelisah, dan kecewa. Sehingga dalam hubungan dengan Yohanes Yesus berkata “Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak aku” Lukas 7:23. Semua ini apa artinya bagi kita? Artinya kita – seperti Yohanes—bisa menjadi besar dalam segala keberadaan duniawi. Kita tidak boleh mengatakan,”saya tidak mampu, karena saya ini manusia biasa”. Kita tidak pernah diharuskan berubah menjadi manusia yang luar biasa. Tetapi ingat kita /anda mampu (Tuhan memberi kemampuan), walau kita /anda adalah manusia biasa.

Kedua : salah kalau menggambarkan Yohanes sebagai tokoh laksana besi beton. Benar ia kuat, tak mudah patah semangat. Tetapi Yesus tidak melukiskannya sebagai besi beton atau besi baja. Yohanes oleh Yesus dikiaskan sebagai buluh bambu. “Untuk apakah kamu kepadang gurun ? Untuk melihat buluh yang di goyangkan angin kian kemari?” ( Lukas 7:24 ). Besar dalam ukuran Yesus bukan macho atau Arnold Schwazneger. Tetapi , walaupun berbadan kecil, tidak gagah penampilannya , dia ulet . ia teguh dalam pendirian. Kadang-kadang di goyang oleh angin ke kanan dan ke kiri , tapi tidak patah.

Ketiga : Ciri khas Yohanes adalah KESEDERHANAAN-nya. Tanya Yesus : “Untuk apa kamu pergi ? Melihat orang yang berpakaian halus ? orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah , tempatnya di istana raja ?” ( lukas 17:15 ). Jawabnya pasti TIDAK ! “ Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit , dan makannya belalang dan madu hutan” ( Matius 3:4 ). Tinggalnya di padang gurun.
Kebesaran Yohanes tidak terletak pada penampilan luarnya yang “ wah!”, tetapi pada kualitas , intergritas , karakter dan pribadinya. Dapat dijamin ia tidak akan tertarik sedikit pun untuk membeli gelar doktor atau profesor untuk di pajang di depan namanya. Tidak menandai kebesaran dan keberhasilannya dengan arloji Roles atau mobil Mercedes. Yang penting anda ingat , Yohanes itu orang yang sederhana , tidak mudah kena goda . ia merasa cukup dengan apa yang ada. Tidak mencari yang lebih mulia atau lebih menyilaukan. Sebab itu tidak gampang jatuh oleh iming-iming kekuasaan , harta dan wanita. Bagi pemimpin yang ingin awet , ingin terus di kenang, dihormati dan dicintai, kesederhanaan luar dalam! Kesederhanaan sepenuh hati dan setulus hati.
Keempat kemudian yang mesti disebutkan tentang Yohanes adalah KEBERANIAN-nya! dalam mengatakan dan menyatakan kebenaran. Keberanian yang tak padang bulu. Siapapun , bila perlu , ia kecam. Dari pemimpin agama, yang menjadi simbol pemegang “kunci akhirat” ( Matius 3:7-9 ); para serdadu, yang menjadi simbol dari kekuasaan fisik ( Lukas 2:14 ); bahkan – astaga – raja dan permaisurinya, yang menjadi simbol dari kekuasaan duniawi ( Lukas 2:19-20 ). Semua itu ada resikonya masing-masing. Kehebatan Yohanes memang disitu. Ia tidak cuma berani berkoak-koak, hanya untuk unjuk jago ketika keadaan tanpa resiko. Ia bukan pemimpin yang oportunis. Bukan jago kadang ( bungkam dan hatinya ciut ketika berada di luar ). Sebagai pemimpin sejati , ia menunjukan bahwa ia memegang teguh norma-norma kebenaran , dengan segala resikonya. Pemimpin seperti ini biasa di percaya dan punya kredibilitas serta legitimitasi ( bukan cuma legalitas ) tinggi, karena ia konsisten dan konsekuen dengan nilai-nilai yang diyakinkan.

Kelima : yang paling utama , kebesaran Yohanes itu terletak pada KERENDAHAN HATI-nya. Ia tidak membesarkan diri , lebih dari pada yang seharusnya. Punya pemahaman diri ( self-understanding ) – siapa dia – yang amat jelas. Tidak rendah diri, tetapi rendah hati. Bersedia memberi kredit kepada orang lain. Bersedia menjadi orang nomor dua , sementara godaan untuk menjadi nomor satu bahkan untuk menjadi sama dengan Tuhan selalu amat kuat pada setiap orang (Yohanes1:22-23). Ini penting, sebab bila orang sudah merasa menjadi nomor satu ( terbesar, terbenar, terpintar ) itu berarti ia sudah berhenti , ia sudah tidak berkembang lagi. Ia hanya akan menjadi semakin kerdil, sebab orang-orang lain terus berkembang. Setiap pemimpin seharusnya menyadari bahwa, dalam arti tertentu ia adalah pemimpin masa transisi atau masa peralihan. Maksudnya , ia harus mempersiapkan untuk peralihan kepemimpinan, baik bagi orang lain dan terlebih-lebih bagi generasi mendatang . Dalam hal ini, kita bisa belajar sekali dari Yohanes, yang bersedia dengan sadar semakin mengundurkan diri kebalik layar , mempersilahkan yang berhak memimpin untuk semakin tampil ( Yohanes : 3:30 ). Sedikitpun ia tidak merasa bahwa orang yang melanjutkan pekerjaannya lebih dalam segala hal di banding dirinya ini , justru dengan jujur dan terbuka mengakuinya didepan umum. Semua itu ia lakukan dengan tulus dan sukacita ( Yohanes 3:28-29 ). Mempunyai tokoh pemimpin seperti Yohanes Pembaptis akan membuat siklus alamiah suksesi kepemimpinan, bahkan pergantian era bisa berjalan dengan hambatan yang tidak perlu. Tidak membuat proses regenerasi terhambat atau terlambat.

KASIH DAN PENGAMPUNAN
Kasih dan Pengampunan tidak dapat dipisahkan.. Orang atau kelompok yang memiliki kasih yang benar terhadap sesamanya/orang-orang yang dlayani pasti memiliki pengampunan. Pemimpin Kristen yang tidak memiliki kasih dan pengampunan, ia/mereka akan menjadi orang-orang kerdil , menyakiti Tuhan serta diri sendiri. Sebab syarat mutlak bagi orang-orang yang terpanggil untuk melayani sebagai pemimpin haruslah memiliki kasih dan pengampunan dalam melaksanakan kepemimpinan dan pelayanannya.

Timbul pertanyaan bagaimana kalau orang tersebut terus-terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Berdasarkan kasih dan pengampunan, orang tersebut di lakukan pastoral konseling yang mendalam.Kemungkinan adanya tekanan psikologis, sakit penyakit (fisik), ekonomi keluarga, masalah rumah tangga yang menghimpit, yang menyebabkan ia melakukan kesalahan yang sama. Jika ditemui adanya dosa-dosa yang belum dilepaskan maka diadakan pelayanan doa pelepasan , penyembuhan luka-luka batin, dan berbagai upaya yang lain untuk menolong orang tersebut (pelayanan manusia seutuhnya). Memang untuk melakukan hal seperti itu membutuhkan waktu, daya, dana dan pengorbanan yang lain. Untuk itu pula Tuhan Yesus berkorban diatas kayu Salib supaya kita bobrok dan rusak beroleh kasih dan pengampunan dari Allah. Pemulihan yang Tuhan Yesus lakukan terhadap diri kita, haruslah kita lakukan terhadap oran-orang yang kita pimpin.

Firman Tuhan Yesaya 11:3b..”…. tidak menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang”.

Untuk melengkapi pengetahuan kita tentang kepemimpinan alangkah baiknya kita juga sedikit memahami sifat seorang pemimpin yang baik.

SIFAT-SIFAT PEMIMPIN YANG DIPERLUKAN.
Karakter : kokoh
Kharisma : mengesankan
Komunikasi : supaya tak sendirian – dua arah
Keberanian : walau hanya seorang, cukuplah
Kejelian : bisa membongkar misteri yang rumit
Fokus : perlu tajam
Murah hati : pengorbanan akan membawa berkat bagi orang lain
Inisiatif : harus selalu ada
Mendengarkan : agar terjalin hubungan batin
Gairah : penuh semangat
Sikap positif : percaya bahwa anda bisa
Mengatasi masalah : melihat masalah bukan sebagai masalah
Hubungan dengan orang lain: mulailah, maka dengan sendirnya akan terjalin
Tanggung jawab : Tanpa tanggung jawab, anda tak mungkin mempimpin
Rasa aman : ciptakanlah dengan kemampuan anda
Disiplin : mulailah dari diri sendiri
Melayani : mendahulukan orang lain, maka anda akan menjadi yang terdepan
Mau belajar : untuk tetap menjadi pemimpin, harus terus belajar
VISI : Apa yang ingin dicapai harus terlihat dengan jelas.

KESIMPULAN
Jika kita ingin kepemimpinan kita berhasil guna, maka kita harus siap belajar terus menerus. Belajar dari Tuhan, dari buku-buku yang berbobot, dari orang-orang yang telah berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya. Jangan merasa puas terhadap keberhasilan yang telah dicapai, dan jangan selalu merasa sudah benar dan pintar sendiri.
Tuhan Yesus Memberkati

DAFTAR PUSTAKA
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia
Konkordansi Alkitab
Thesaurus Bahasa Indonesia
Apa itu Teologi, Pengantar ke dalam Ilmu Teologi oleh Pdt.B.F.Drewes, M.Th. dan Pdt.Julianus Mojau, M.Th.
Pengantar Teologia Kristen, oleh Daniel Lucas Lukito, M.Th
Pengantar Teologi oleh Dr. Nico Syukur Dister OFM
Perjalanan Kehidupan dari Bumi menuju Surga oleh Brian J. Bailey
The Lost Art of Leadership oleh Dr.James B Richards
Success God’s Way oleh Charles Stanley
Karakter Yang Pemimpin Harus Miliki oleh Frank Damazio